Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, nondiskriminasi serta norma-norma agama.
Anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat merupakan salah satu sumber daya manusia bangsa Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan, tidak hanya sebagai obyek pembangunan tetapi juga subyek pembangunan. Anak penyandang cacat perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat.
WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari total jumlah anak. Menurut data Sussenas tahun 2003, di Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42 % dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus.
Masalah kecacatan pada anak merupakan masalah yang cukup kompleks baik secara kuantitas maupun kualitas, mengingat berbagai jenis kecacatan mempunyai permasalah tersendiri.
Jika masalah anak penyandang cacat ini ditangani secara dini dengan baik dan keterampilan mereka ditingkatkan sesuai minat, maka beban keluarga, masyarakat dan negara dapat dikurangi. Sebaliknya jika tidak dapat diatasi secara benar, maka dampaknya akan memperberat beban keluarga dan negara.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1997, tentang Penyandang Cacat, menyatakan bahwa penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Hak tersebut diperjelas dalam Undang – Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa semua anak termasuk anak penyandang cacat mempunyai hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak untuk didengar pendapatnya.
Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan untuk menjada agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis dan bermartabat. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yang diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain.
Oleh karena itu pelayanan kesehatan terhadap anak penyandang cacat yang ada di Sekolah Luar Biasa (SLB) harus dilaksanakan sama dan setara seperti yang diberikan pada anak-anak lainnya.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pendekatan yang tepat untuk memberikan pelayanan bagi anak penyandang cacat. Pendekatan yang cukup strategis adalah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di SLB, mengingat SLB merupakan salah satu sasaran UKS yang belum dilaksanakan secara optimal.
Agar pelayanan kesehatan tehadap anak penyandang cacat dapat diberikan sesuai haknya, maka perlu disusun pedoman pelayanan kesehatan di Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam pelaksanaan di lapangan.
Download file:
No. 4 M
Kategori [Ebook]Sub kategori Kesehatan (M) klik disini (harus login dulu sebagai free member, klik disini)
Untuk dapat mendownload file di free member harus registrasi dulu (gratis) dan Joint sebagai free member (gratis) !!! klik di www.rekening5milyar.com